PENYEBAB KELANGKAAN MINYAK GORENG DIINDONESIA
Sudah kita ketahui bahwa harga minyak goreng belakang ini lagi
mahal. Desember kemarin harga dipasaran bahkan sampai Rp.21.000 an. Lalu,
pemerintah bikin kebijakan satu harga, per januari 2022. Namun, karena harga
minyak goreng tak juga turun kemendag
bikin harga eceran tertinggi berbagai jenis minyak goreng, per 1 februari.
Harga eceran
tertinggi minyak goreng oleh kementrian perdagangan yakni sebagai berikut:
1. Minyak
goreng curah Rp. 11.500/liter
2. Minyak
goreng kemasan sederhana Rp.13.000/liter
3. Minyak
goreng kemasan premium Rp. 14.000/liter
Yang cukup bikin rame, ekonom Faisal Basri menyebut harga minyak
goreng tinggi karena ulah pemerintah.
“ Saya katakana ditulisan saya, ini yang bikin ulah ya pemerintah. Karena menjadikan CPO ( Crude Palm Oil atau minyak sawit mentah) komoditas bersaing antara untuk perut dan untuk energi. Menurut saya, yang namanya komoditas pangan tuh dikembangkan dijalur pangan aja, deh. Jangan buat energi. Energinya cari dari yang lain, supaya perut dan energi tidak bersaing. CPO didalam negeri naik, pasokan dalam negeri naik, tapi disedot makin kenceng oleh biodiesel. Pertanyaanya kenapa? Kok, senang banget pengusaha CPO itu jual ke biodiesel ? ya, karna harganya bagus (harga internasional). Nah, pabrik biodiesel ini, kalau harga sawit tinggi maka harga CPO yang dijual ke biodiesel juga tinggi. Karena berdasarkan harga internasional yang lebih tinggi dibandingkan harga dalam negeri. Pertanyaannya, kenapa perusahaan biodiesel mau beli dengan harga internasional, padahal harga solarkan enggak naik-naik? Harga solarkan Rp. 5.500 terus. Subsidi dari pemerintah“. Kata Faisal Bahri.
Pemerintah sendiri punya program B20. Gara-gara program ini, penyerapan CPO untuk biodiesel meningkat setiap tahun. Disisi lain, pemanfaatan CPO yang dulu dominan untuk industri pangan malah turun.
KONSUMSI CPO
UNTUK BIODIESEL DAN PANGAN (DALAM JUTA TON)
|
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
Biodiesel |
5,83 |
7,23 |
7,37 |
8,83 |
Pangan |
9,86 |
8,42 |
8,92 |
9,6 |
Keberpihakan pemerintah pada pengusaha biodiesel juga terlihat
lewat kucuran subsidi. Faisal juga menepis factor stok CPO dan kebocoran ekspor
yang disebut-sebut sebagai penyebab tingginya harga minyak goreng.
“Katanya para produsen CPO ini-itu. Dikarenakan bahan baku utama
minyak goreng dari CPO. Sedangkan tuduhannya (harga minyak goreng naik karena )
kelangkaan CPO, akibat CPO nya lebih
banyak diekspor karna harganya bagus. Kan ada di graph saya ya, sampai bulan Desember
itu. Kita cek apa betul gara-gara harga tinggi di pasar internasional lantas
ekspor melonjak? Ternyata tidak. Ekspor hanya naik dari 34 juta ton menjadi
34,2 juta ton. Kan, hanya 0,2 (juta ton). Lantas apa yang menyebabkan harga
minyak goreng naik ? bukan karena ekspor, kan?. Jadi, pasokan dalam negeri itu
naik terus. Misalnya untuk industry tahun 2019 dimana pasokan dalam negeri itu
16,75 juta ton, sementara ekspornya 37,39 juta ton. 2020 naik. Jadi, tadi
ekspornya Cuma naik 0,2 juta ton tapi serapan CPO dalam negeri naik dari 2019 (16,75)
menjadi (17,35) juta ton pada tahun 2020, dan naik lagi jadi (18,42) juta ton.
Naik terus, jadi tidak benar, kalau ekspornya naik, dalam negerinya turun. Ini
enggak. Jadi kenaikan penjulana CPO
dalam negeri jauh lebih besaf dari ekspor CPO. Jadi tidak ada kelangkaan CPO
dalam negeri. 2020 ke 2021 ada sedikit penurunan produksi CPO. Produksikan
konsumsi dalam negeri dan ekspor. Produksi CPO 2020 adalah (47, 037 juta ) atau
(47,0) deh ya. 2021 turun menjadi (46,89) juta ton. Tapikan, kecilya
penurunannya juga. Kan menarik, kenapa produksi turun tetapi penjualan dalam
negerinya naik? artinya, tidak langka CPO dalam negeri”. Ungkap Faisal Bahri.
Kemudian Pakar ekonomi Universitas
Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo mengungkapkan beberapa faktor penyebab kelangkaan minyak
goreng. Menurutnya, salah satu faktor kelangkaan minyak goreng karena produsen
hanya ada di beberapa daerah saja. Sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai
daerah di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi.
"Berkaitan dengan
logistik, harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya. Shipping atau
perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Faktor itu mendorong harga kebutuhan
minyak goreng mengalami kenaikan," kata Rossanto.
Penyebab lainnya
adalah kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai. Ada beberapa negara di
belahan dunia lain yang sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19. Konsumen
luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke
CPO. “Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO,” kata
dia.
Rossanto
juga mengungkapkan, naiknya harga minyak goreng akan mendorong
inflasi secara umum. Dampak yang ditimbulkan dapat memengaruhi beberapa sektor.
Di antaranya sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produksi yang
menggunakan bahan baku minyak goreng. “Oleh karena itu dampaknya juga akan
lebih terasa terhadap inflasi terutama dari segi IHK,” ujarnya.
Minyak goreng merupakan
salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan IHK (Indeks Harga
Konsumen) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang besar. Hal tersebut
karena minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi masyarakat
setiap harinya. "Bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi,” kata
Rossanto.
Jangan Lupa like dan Subcribe youtube aku ya.. terimaksih
Komentar
Posting Komentar